BBM NAIK


Media KOSAYU Oktober-November 2005


-->
BBM naik. Siapa yang tidak menjerit? Dunia pendidikan juga tak mungkin menutup mata tentang ini. Bahkan, tentu kita semua mahfum, bahwa beaya operasional pendidikan pasti terkena imbasnya juga.
Jangan dulu emosi. Karena pasti tak akan membawa solusi. Malahan, memperparah kondisi!

Sepertinya tidak banyak yang bisa kita perbuat saat ini, selain bertahan hidup dengan penuh prihatin, tanpa lupa tetap bersyukur--karena di dalam keterbatasan kita (dan barangkali juga serba ketidakpuasan kita), tampaknya kita masih jauh lebih “beruntung”, dibanding ribuan saudara kita yang “dipaksa” menjadi “pengemis” dan “bertaruh nyawa” hanya demi Rp. 300.000,00!
Kesadaran bahwa kita masih “beruntung” dan rasa syukur akan bisa mengendalikan rasa kemrungsung yang berkepanjangan. Dengan penuh kesadaran dan syukur menikmati anugerah Tuhan kepada kita--untuk anak-anak, masih dapat bersekolah di KOSAYU yang gedungnya semakin megah dan diharapkan kualitas SDMnya (baik staf pendidik maupun siswa yang dididik) makin berkualitas; untuk para wali siswa, masih dapat mempersembahkan pendidikan terbaik bagi putra-putrinya, walau harus dengan mandi keringat dan “makan hati” lantaran beaya yang harus dikeluarkan tiada henti! Ya, pendidikan memang MAHAL. Bahkan, jujur saja, staf pendidik yang memiliki putra-putri yang harus disekolahkan, juga mengeluhkan hal yang sama! Tragis, bukan?
Tapi, sekali lagi, mari, jangan kita hanya kemrungsung berkepanjangan. Bagaimanapun, masih banyak berkat dan rejeki yang masih dapat kita nikmati. Jadi….apakah tidak lebih baik, anugerah untuk mendapatkan kesempatan pendidikan ini, kita gunakan dengan sebaik-baiknya? Kita dukung program-program pendidikan yang positif (walau memang perlu beaya). Di sinilah rasa kerjasama dan peduli kita diuji! Barangkali, yang “lebih mampu” tergerak untuk membantu yang “kurang mampu”? Hingga, beban beaya pendidikan, bukan menjadi penyulut rasa “anti” terhadap pihak penyelenggara pendidikan dan program-programnya, atau menimbulkan gap antara siswa/wali murid yang “mampu” dan “kurang mampu”. Tetapi justru melahirkan sikap saling peduli dan mendukung. Melahirkan kebersamaan, karena didasari oleh panggilan memberikan pendidikan terbaik sebagai bekal bagi anak-anak kita. Bukankah ini keteladanan yang perlu kita ajarkan kepada anak-anak kita, justru di tengah kehidupan sosial ekonomi bangsa kita yang semakin carut marut?
Kelak, anak-anaklah pemimpin kita di negeri ini…..dan dari teladan kepedulian yang bisa kita berikan, niscaya, melahirkan pribadi pemimpin yang berbeda, yang bisa “mengubah” wajah kelam negeri ini. Alangkah indahnya, bila anak-anak yang mendapatkan kesempatan belajar di tempat ini, kelak akan menjadi pemimpin yang peduli dan penuh empati, atau bila menjadi pengusaha, bukan menjadi pengusaha yang melulu menggali untung sebanyak-banyaknya, hingga mengorbankan alam dan manusianya…..
Tampaknya, hanya mimpi? Tapi, bila kita tidak pernah memulai, sebuah mimpi tidak akan pernah menjadi kenyataan.***(her)

Comments

Popular Posts